Sabtu, 25 Juni 2016

Makna Hari Raya Saraswati

Makna Hari Raya Saraswati Bagi Umat Hindu, Hari raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat hindu, khususnya bagi siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan karena Umat Hindu mempercayai hari Saraswati adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada umat manusia untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan keberadaban umat manusia. Hari raya Saraswati diperingati setiap enam bulan sekali, tepatnya pada hari Saniscara Umanis wuku Watugunung.
Hari Raya Saraswati adalah hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari itu kita umat Hindu merayakan hari yang penting itu. Terutama para pamong dan siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu pengetahuan pada umumnya.
Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma. Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat anugerah dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan.
Beliau disimbolkan sebagai seorang dewi yang duduk diatas teratai dengan berwahanakan se-ekor angsa (Hamsa) atau seekor merak, berlengan empat dengan membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kiri membawa pustaka dan tangan kiri satunya ikut memainkan gitar membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kin membawa pustaka dan tangan kiri satunya ikut memainkan veena atau bermudra memberkahi.
 
Makna dan simbol-simbol ini adalah:
1. Berkulit putih, bermakna: sebagai dasar ilmu pengetahuan (vidya) yang putih, bersih dan suci.
2. Kitab ditangan kiri, bermakna: Semua bentuk ilmu dan sains yang bersifat se-kular. Tetapi walaupun vidya (ilmu pengetahuan spiritual) dapat mengarahkan kita ke moksha, namun avidya (ilmu pengetahuan sekular jangan diabaikan dulu). Seperti yang dijelaskan Isavasya-Upanishad: “Kita melampaui kelaparan dan da-haga melalui avidya, kemudian baru melalui vidya meniti dan mencapai moksha.”
3. Veena, bermakna : seni, musik, budaya dan suara AUM. Juga merupakan simbol keharmonisan pikiran, budhi, kehidupan dengan alam lingkungan.
4. Ganatri di tangan kanan, bermakna: Ilmu pengetahuan spiritual itu lebih berarti daripada berbagai sains yang bersifat secular (ditangan kiri). Akan tetapi bagaimanapun pentingnya kitab-kitab dan ajaran berbagai ilmu pengetahuan, namun tanpa penghayatan dan bakti yang tulus, maka semua ajaran ini akan mubazir atau sia-sia.
5. Wajah cantik jelita dan kemerah-merahan, bermakna: Simbol kebodohan dan kemewahan duniawi yang sangat memukau namun menye-satkan (avidya).
6. Angsa, melambangkan: Bisa menyaring air dan memisahkan mana kotoran dan mana yang bisa dimakan, mana yang baik mana yang buruk, walaupun berada di dalam air yang kotor dan keruh maupun Lumpur, (simbol vidya).
7. Merak , bermakna: berbulu indah, cantik dan cemerlang biarpun habitatnya di hutan. Dan bersama dengan angsa bermakna sebagai wahana (alat, perangkat, penyampai pesan-pesannya).
8. Bunga Teratai, bermakna: bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan bunga yang indah walaupun hidupnya di atas air yang kotor.
Upacara pada hari Saraswati, pustaka-pustaka, lontar-lontar, buku-buku dan alat-alat tulis menulis yang mengandung ajaran atau berguna untuk ajaran-ajaran agama, kesusilaan dan sebagainya, dibersihkan, dikumpulkan dan diatur pada suatu tempat, di pura, di pemerajan atau di dalam bilik untuk diupacarai Widhi widhana (bebanten = sesajen) terdiri dari peras daksina, bebanten dansesayut Saraswati, rayunan putih kuning serta canang-canang, pasepan, tepung tawar, bunga, sesangku (samba = gelas), air suci bersih dan bija (beras) kuning.
Pemujaan Tirtha Saraswati dilakukan mempergunakan bahan-bahan: air, bija, menyan astanggi dan bunga.
  • Ambil setangkai bunga, pujakan mantra: Om, puspa danta ya namah.
  • Sesudahnya dimasukkan kedalam sangku. Ambil menyan astanggi, dengan mantram “Om, agnir, jyotir, Om, dupam samar payami“.
  • Kemudian masukkan ke dalam pedupaan (pasepan).
  • Ambil beras kuning dengan mantram : “Om, kung kumara wijaya Om phat“.
  • Masukkan kedalam sesangku.
  • Setangkai bunga dipegang, memusti dengan anggaranasika, dengan mantram:
Mantra :
Om, Saraswati namostu bhyam Warade kama rupini Siddha rastu karaksami Siddhi bhawantu sadam.
 Artinya :
Om, Dewi Saraswati yang mulia dan maha indah,cantik dan maha mulia. Semoga kami dilindungi dengan sesempurna-sempurnanya. Semoga kami selalu dilimpahi kekuatan.
Mantra :
Om, Pranamya sarwa dewanca para matma nama wanca. rupa siddhi myaham.
Artinya :
Om, kami selalu bersedia menerima restuMu ya para Dewa dan Hyang Widhi, yang mempunyai tangan kuat. Saraswati yang berbadan suci mulia.
Mantra :
Om Padma patra wimalaksi padma kesala warni nityam nama Saraswati.
 
Artinya :
Om, teratai yang tak ternoda, Padma yang indah bercahaya. Dewi yang selalu indah bercahaya, kami selalu menjungjungMu Saraswati.
  • Ucapkan mantra berikut:Sesudahnya bunga itu dimasukkan kedalam sangku. Sekian mantram permohonan tirta Saraswati. Kalau dengan mantram itu belum mungkin, maka dengan bahasa sendiripun tirta itu dapat dimohon, terutama dengan tujuan mohon kekuatan dan kebijaksanaan, kemampuan intelek, intuisi dan lain-lainnya.
  • Setangkai bunga diambil untuk memercikkan tirtha ke pustaka-pustaka dan banten-banten sebanyak 5 kali masing-masing dengan mantram:
    • Om, Saraswati sweta warna ya namah.
    • Om, Saraswati nila warna ya namah.
    • Om, Saraswati pita warna ya namah.
    • Om, Saraswati rakta warna ya namah.
    • Om, Saraswati wisma warna ya namah.
  • Kemudain dilakukan penghaturan (ngayaban) banten-banten kehadapanSang Hyang Aji Saraswati
  • Selanjutnya melakukan persembahyangan 3 kali ditujukan ke hadapan :
    • Sang Hyang Widhi (dalam maniftestasinya sebagai Çiwa Raditya).
    • Sang Hyang Widhi (dalam manifestasinya sebagai Tri Purusa)
    • Dewi Saraswati.
MANTRAM :
Om, adityo sya parajyote rakte tejo namastute sweta pangkaja madyaste Baskara ya namo namah.
Om, rang ring sah Parama Çiwa Dityo ya nama swaha.
 
Artinya :
Om, Tuhan Hyang Surya maha bersinar-sinar merah yang utama. Putih Iaksana tunjung di tengah air, Çiwa Raditya yang mulia.
Om, Tuhan yang pada awal, tengah dan akhir selalu dipuja.
MANTRAM :
Om, Pancaksaram maha tirtham, Papakoti saha sranam Agadam bhawa sagare. Om, nama Çiwaya.
 
Artinya :
Om, Pancaksara Iaksana tirtha yang suci. Jernih pelebur mala, beribu mala manusia olehnya. Hanyut olehnya ke laut lepas.
 
MANTRAM :
Om, Saraswati namostu bhyam, Warade kama rupini, Siddha rastu karaksami, Siddhi bhawantume sadam.
 
Artinya :
Om Saraswati yang mulia indah, cantik dan maha mulia, semoga kami dilindungi sesempurna-sempurnanya, semoga selalu kami dilimpahi kekuatan.
Meketis3 kali dengan mantram:Sesudah sembahyang dilakukan metirtha dengan cara-cara dan mantram-mantram sebagai berikut :
  • Meketis3 kali dengan mantram:
    • Om, Budha maha pawitra ya namah.
    • Om, Dharma maha tirtha ya namah.
    • Om, Sanghyang maha toya ya namah.
  • Minum 3 kali dengan mantram:
    • Om, Brahma pawaka.
    • Om, Wisnu mrtta.
    • Om, Içwara Jnana.
  • Meraup3 kali dengan mantram :
    • Om, Çiwa sampurna ya namah.
    • Om, Çiwa paripurna ya namah.
    • Om, Parama Çiwa suksma ya namah.
  • Terakhir melabahan Saraswati yaitu makan surudan Saraswati sekedarnya, dengan tujuan memohan agar diresapi oleh wiguna Saraswati

MAKNA PEMUJAAN KEPADA DEWI SARASWATI

Dewa berasal dari kata ”div” yaitu sinar/pancaran. Pengertiannya adalah bahwa Tuhan itu adalah satu, tapi mempunyai aspek-aspek dengan pancaran sinarnya yang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. ang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. Pada saat menciptakan disebut Brahma, saat memelihara disebut Wishnu, dan saat pendaurulang disebut Shiwa, dan sebagainya. Tapi sebenarnya Brahma, Wishnu, Shiva adalah satu (Trimurti).
Paradewa ini mempunyai pendamping (Shak-ti), yaitu: Brahma shaktinya Saraswati, Wishnu shaktinya Lakshmi dan Shiwa shakti-Nya Parvati (Durga). Disini Dewi Saraswati sebagai aspek Tuhan Yang Maha Esa pada saat munurunkan ilmu pengetahuan (vidya), kecerdasan, ucapan, musik, budaya dan seba-gainya. Demikian pula dijabarkan dalam konsep Gayatri yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: Saras-wati menguasai ucapan kata, Gayatri menguasai budhi dan savitri yang menguasai nafas.
Jadi makna pemujaan Dewi Saraswati adalah memuja dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan pada aspek Dewi Saraswati (simbol vidya) atas karunia ilmu pengetahuan yang di karuniakan kepada kita semua, sehingga akan terbebas dan avidyam (kebodoh-an), agar dibimbing menuju ke kedamaian yang abadi dan pencerahan sempurna.
Setelah Saraswati puja selesai, biasanya dilakukan mesarnbang semadhi, yaitu semadhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menernukan pencerahan Ida Hyang Saraswati
Puja astawa yang disiapkan ialah : Sesayut yoga sidhi beralas taledan dan alasnya daun sokasi berupa nasi putih daging guling, itik, raka-raka sampian kernbang payasan. Sesayut ini dihaturkan di atas tempat tidur, dipersembahkan ke hadapan Ida Sang Hyang Aji Saraswati.
Keesokan harinya dilaksanakan Banyu Pinaruh, yakni asuci laksana dipagi buta berkeramas dengan air kumkuman. Ke hadapan Hyang Saraswati dihaturkanajuman kuning dan tamba inumTamba inum ini terdiri dari air cendana, beras putih dan bawang lalu diminum, sesudahnya bersantap nasi kuning garam, telur, disertai dengan puja mantram:
  • Om, Ang Çarira sampurna ya namah swaha.
Semua ini mengandung maksud, mengambil air yang berkhasiat pengetahuan.

MAKNA DARI PERAYAAN DEWI SARASWATI

Dari perayaan ini kita dapat mengambil hik-mahnya, antara lain:
1. Kita harus bersyukur kepada Hyang Widhi atas kemurahan-Nya yang telah menganugrahkan vidya (ilmu pengetahuan) dan kecerdasan kepada kita semua.
2. Dengan vidya kita harus terbebas dari avidya (kebodohan) dan menuju ke pencerahan, kebe-naran sejati (sat) dan kebahagiaan abadi.
3. Selama ini secara spiritual kita masih tertidur lelap dan diselimuti oleh sang maya (ketidak-benaran) dan avidyam (kebodohan). Dengan vidya ini mari kita berusaha untuk bangun dan tidur kita, hilangkan selimut maya, sadarilah bahwa kita adalah atma, dan akhirnya tercapailah nirwana.
4. Kita belajar dan angsa untuk menjadi orang yang lebih bijaksana. Angsa bisa menyaring air, memisahkan makanan dan kotoran walaupun di air yang kotor atau lumpur. Juga jadilah orang baik, seperti buruk merak yang berbulu cantik, indah dan cemerlang walaupun hidupnya di hutan.
5. Kita masih mempelajari ilmu pengetahuan dan sains yang sekuler, tetapi harus diimbangi dengan ilmu spiritual dengan penghayatan dan bakti yang tulus.
6. Melaksanakan Sembahyang sesuai dengan kepercayaannya masing-masing secara sederhana dengan bakti yang tulus, bisa dirumah, kuil, atau pura dan lain-lain.
sumber
Selengkapnya: http://kb.alitmd.com/makna-hari-raya-saraswati-bagi-umat-hindu
Download Apps Kalender Bali di: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.alitmd.kalenderbali

Selasa, 07 Juni 2016

Memaknai Hari Buda Wage Kelawu di Zaman Uang


Banyak orang menyebut sekarang ini zaman uang. Tiada yang lebih berkuasa kini selain uang. Orang-orang kini menempatkan uang di atas segalanya. Ungkapan yang menyebut uang di masa sekarang menjadi raja ada benarnya.

Dalam pemahaman ilmuwan modern, keadaan itu disebut sebagai materialistis. Materi, terutama uang, mendapatkan posisi mahapenting dalam kehidupan manusia. Materialisme kemudian melahirkan perilaku hidup konsumtif.

Orang Bali pun kini tak luput dari pengaruh zaman uang tersebut. Budaya materialistis dan gaya hidup konsumtif kian terasa kuat dalam kehidupan masyarakat Bali.

Jika dicermati, Bali memiliki cukup banyak konsep, ajaran dan hari suci yang fungsinya untuk mengingatkan manusia agar tidak gila terhadap uang. Salah satu tradisi itu, perayaan hari Buda Wage Kelawu atau Buda Cemeng Kelawu yang jatuh saban Buda Wage wuku Kelawu. Hari raya itu kini bakal dirayakan manusia Bali pada Rabu (19/2) hari ini.

Awam memang memaknai Buda Cemeng Kelawu sebagai hari piodalan pipis. Namun, sejatinya Buda Cemeng Kelawu memiliki makna yang lebih dari sekadar piodalan pipis. Buda Cemeng Kelawu dapat disamakan dengan hari keuangan ala Bali. Pada Buda Cemeng Kelawu orang Bali diingatkan tentang hakikat uang dalam kehidupan.

Menarik dari perayaan hari suci Buda Cemeng Kelawu di kalangan orang Bali awam yakni adanya keyakinan mengenai pantangan untuk bertransaksi menggunakan uang. Di sejumlah daerah juga disebutkan saat Buda Cemeng Kelawu dipantangkan untuk membayar atau menagih utang-piutang atau pun memberikan/menyedekahkan beras kepada orang lain.

Bagi orang yang hidup dalam tradisi modern, pantangan semacam ini tentu saja sulit untuk diterima. Dinamika perekonomian masyarakat yang begitu tinggi membuat tidak mungkin untuk menghentikan transaksi menggunakan uang dalam sehari. Menghentikan transaksi berarti juga menghentikan kegiatan ekonomi. Berhentinya kegiatan ekonomi berarti kerugian.

Namun, pantangan bertransaksi menggunakan uang dan alat pembayaran sejenisnya di hari Buda Cemeng Kelawu mesti dimaknai sebagai sebuah kearifan lokal Bali dalam memandang arti dan makna uang. Orang Bali menyadari uang merupakan sesuatu yang telah menempati posisi sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini. Terlebih lagi di masa serbaparadoks kini. Seperti disuratkan dalam Nitisastra, di zaman Kaliyuga yang menang adalah ia yang memiliki uang. Dengan uang, orang kini bisa melakukan apa saja untuk memuaskan keinginannya. Mulai dari membeli mobil terbaru, rumah mewah hingga membeli jabatan tinggi.

Karena begitu berkuasanya uang di zaman Kaliyuga, orang Bali senantiasa diingatkan untuk bisa mengendalikan dirinya dalam memandang, memaknai, memperlakukan serta mencari uang. Saat Buda Cemeng Kelawu, orang Bali disadarkan betapa uang bukanlah segalanya, uang bukanlah dewa. Dengan membiarkan uang diam, tidak dibayarkan dan tidak beredar, orang Bali diingatkan tentang hakikat uang. Yang berkuasa atas segala dunia ini adalah Yang Maha Agung, Yang Mahasumber, Yang Maha Pencipta.

Dalam suatu kesempatan, budayawan I Wayan Geria menyatakan sepatutnya Bali bersyukur karena memiliki modal yang sangat penting dan kuat yakni budaya. Hanya saja, modal itu selama ini dimaknai sebagai benda semata. Inilah yang kemudian mendorong lahirnya budaya materilialisme dan gaya hidup konsumtif.

Modal sebagai budaya, nilai-nilai atau konsep-konsep hidup dilupakan. Diperparah lagi dengan pengaruh globalisasi, modal budaya itu semakin ditinggalkan. Globalisasi, menurut Geria, memang ditularkan melalui tiga hal penting yakni teknologi, media dan ideologi. Namun, teknologi, media dan ideologi juga dipahami sebagai benda semata, padahal lebih dari sekadar kebendaan.

“Ideologi misalnya, yang berkembang sekarang adalah ideologi pasar, ideologi uang. Semuanya diukur dengan uang,” kata mantan Dekan Fakultas Sastra Unud ini.

Hal itulah kemudian menyebabkan banyak orang kini berpikiran pragmatis atau instan. Masyarakat di lapisan bawah kini kebanyakan berpikir mudah dan cepat saja. Ketika membincang desa pakraman misalnya, yang terbayang dalam pikiran masyarakat Bali sekarang adalah seberapa besar bantuan yang diterima. Padahal, desa pakraman menyangkut hal-hal yang sangat esensial dalam pengembangan kebudayaan Bali, lebih dari sekadar bantuan material.

Para pemimpin atau tokoh-tokoh berpengaruh di Bali juga mengikuti irama itu. Tatkala hendak mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati dan anggota dewan, kebanyakan yang menghambur-hamburkan uang, ke sana-ke mari membagi-bagi uang, memberi bantuan untuk mendapat dukungan rakyat. Ini tak pelak menyebabkan masyarakat semakin berpikir pragmatis, selalu berpikir bantuan dan bantuan. Sikap mandiri menjadi sulit terbangun.

“Semestinya lapisan menengah, seperti para ilmuwan, intelektual dan cerdik-cendikia yang mengembalikan keadaan dunia agar tidak semakin terseret ke dalam kubangan budaya materilistis, jzaman serbauang. Tapi sayangnya, kalangan ilmuwan, intelektual dan cerdik-cendikia kita juga ikut kena pengaruh gaya hidup materilistis, pragmatis,” kata Geria.

Kendati begitu, Geria menilai sikap optimistis harus terus dipupuk. Salah satu upaya untuk mencegah kian parahnya gaya hidup materlistis yakni semakin meningkatkan kualitas dunia pendidikan. Pasalnya, hanya dari pendidikanlah keadaan dunia bisa dibenahi. (Sumber: balisaja) kalenderbali